Mom untuk Jane
Namanya
Jane, gadis kecil berambut pirang, dengan kulit pucat mirip porselin. Aku
mengenal Jane saat pertama kali menginjakkan kakiku di rumah ini, rumah yang
saat ini aku tempati bersama Mom dan juga Dad.
Aku
mengenal nama Jane saat hari kelima, saat aku memandang tubuh mungil Jane yang
terlalu lama bercokol di kursi meja makan. Tatapan Jane kosong. Angannya pergi
entah kemana. Jane mungkin tak tahu aku telah mengamatinya sejak dua menit
terakhir.
Aku
berdiri dekat gramofon tua, peninggalan empunya yang mati entah sejak kapan.
sambil melihat ke arah Jane terus menerus. Berharap dia berpaling ke arahku.
Dan benar saja, hampir di menit keempat, cahaya mata berwarna silver milik Jane,
menatap ke arahku. Aku tersenyum. Jane menyambutnya.
Sejak
itu aku tahu, namanya Jane, Jennifer Louis. Tubuhnya mungil, lebih mungil tiga
centi dari tubuhku. Jane mengenakan gaun berwarna pastel, model baju
bertumpuk-tumpuk dengan renda-renda yang mengelilingi baju bergaya Victoria itu,
namun dengan panjang hanya selutut. Jane juga mengenakan pita berwarna merah di
rambutnya, senada dengan sepatu yang dikenakannya. Rambutnya yang merah
kecokelat-cokelatan begitu bercahaya saat matahari mulai malu-malu memasuki
jendela rumahku. Jane selalu tersenyum, terutama saat melihat boneka maronette
pinokio milikku. Jane tertawa saat aku mulai menggerak-gerakkan tali-tali yang
bersarang di tubuh pinokio itu. Jane juga menyukai saat aku berkeliling
menggunakan sekuter yang berbunyi ‘pom-pom’ milikku. Jane benar-benar teman
yang menyenangkan.
Jane
juga menceritakan banyak hal. Tentang Nyonya Grace, pemilik kursi tua yang
berada di kamar Mom. Tentang Sir Arthur, pemilik cerutu yang saat ini
bertengger di lemari hias milik Dad. Dan tentang semua yang ada di rumah ini.
Suatu
ketika Jane kembali murung duduk terdiam lagi di meja makan. Wajahnya sendu.
Menahan tangis, dan mungkin juga rindu. Aku ikut terdiam di meja makan, sambil
melihat terus ke arah Jane, yang ternyata selama ini menunggu-nunggu kedatangan
Ibunya.
Jane
semakin sedih, terutama saat dia tak mengetahui keberadaan Ibunya. Hari itu pula, aku
putuskan meminjamkan Mom untuk Jane.
Aku
melihat Jane tersenyum bahagia ketika menempel di punggung Mom. Semenjak itu
pula Jane tak pernah mau turun dari punggung Mom. Jane benar-benar bahagia
hingga melupakan aku, melupakan boneka-boneka marionette yang pernah dia
kagumi, juga sekuter yang berbunyi aneh itu.
terutama
saat dia memeluk tubuh Mom dari belakang. Dia tak memedulikanku. Hingga suatu
ketika, Jane berbisik padaku, dan
berkata, Mom adalah miliknya. Sambil menyeringai menatap wajahku.
Aku
mulai ketakutan saat melihat mata silver milik Jane, lama-kelamaan mulai redup
dan semakin menghitam.
Diikutsertakan dalam #NulisKilat (storial.co)
397 kata
Tema "Keluarga"
0 komentar: