#FFRABU

AKU SAYANG DIA,TAPI...

Tangan kekarnya memelukku, bertubi-tubi ciuman yang ia hadiahkan kepadaku.
Aku benar-benar menyukai pria kuat itu, usia 40 tahun tidak nampak padanya dan itu yang membuat aku terpikat padanya, aku menyukai dia sejak pandangan pertama, walaupun sedikit terlambat namun tak apa bagiku.

Sayang aku mencintaimu, dan aku tidak ingin jauh dari mu” bisikan pria itu benar-benar membuat aku terbawa ke dunia fantasi.

Namun hati ini sedikit gelisah takut-takut suamiku nanti pulang dari perjalanan dinas dan terkejut melihat ayahnya bermain gila dengan istri yang paling di sayanginya.

Yah.. Ini hanya masalah waktu,seandainya saja  aku tidak menikah dengan anaknya.

2 komentar:


Prompt #91
MALAIKAT KECILKU, ADNAN
Jam yang melekat pada dashboard mobil menunjukkan pukul 18.11 pm,perjalanan masih sangat jauh dan rasa kantuk yang melanda tidak menjadi penghalangku untuk menginjak pedal  gas.
Di dalam perjalanan  aku di temani dia, malaikat kecilku,sesekali aku menoleh ke arah Adnan yang yang sedang tertidur pulas,tepat di sebelahku, wajah tanpa dosanya, benar-benar mengingatkanku pada istriku,Lia.
Perjalanan kurang lebih tiga jam telah kami tempuh,aku parkirkan mobil jeep berwarna orange kesayanganku, yang diapit oleh dua pohon nyiur.
Sejauh mata memandang hanya terlihat hamparan laut dan  pasir putih nan lembut yang terbentang indah di jagad ini.
“ayah, apa kita sudah sampai?”suara lembut Adnan membuyarkanku dari lamunan
“itu laut yah?!!” tanya Adnan terkejut
“Loh, bukannya ayah janji mau ajak Adnan berlibur ke rumah kakek?, kok malah ke pantai sih yah? Adnan itu pengen banget ke makam ibu,Adnan sudah kangenn sekali sama ibu, ke pantainya besok-besok aja yah.” Segudang pertanyaan yang Adnan lontarkan tak satupun aku jawab aku pun hanya tersenyum pilu menahan tangis.
“iya nak, temani ayah jalan-jalan sebentar ya! Baru nanti kita ke rumah kakek.”
***
Aku genggam tangan mungil Adnan, putra semata wayangku, buah cintaku dengan lia, aku benar-benar mencintai dia, sama besarnya  dengan cintaku terhadap lia.
“ayah, kenapa kita ke pantai malam-malam begini? Sepi yah! Ngk asik”protes Adnan kepadaku, akupun hanya tersenyum.
Tangan kiriku merogoh kantong celana, aku ambil sapu tangan.
Sejenak aku hentikan langkah Adnan, aku berlutut di hadapannya, aku peluk dia erat-erat segera aku lepaskan pelukan itu.
Sambil menagis aku berkata “ini semua ayah lakukan demimu Adnan, ayah tidak ingin meniggalkanmu sendiri”
Aku menagis sejadi-jadinya, seraya aku bungkam mulut malaikat kecilku dengan sapu tangan, tak berapa lama dia pingsan, aku gendong dia,kuciumi ia berkali kali,ini semua aku lakukan karna kerapuhanku tidak bisa hidup tanpa almarhummah istriku.
kami berjalan melawan derasnya ombak, berjalan dan berjalan hingga raga kami di telan oleh laut.

0 komentar:



FLASH FICTION
#prompt90

WALAU HANYA RAGANYA

Jari jemariku menjelajah, menikmati setiap lekukan indah wajahnya. Hidung bangirnya sungguh membuat aku terpesona, kupeluk dia erat-erat sungguh aku tidak mau dia pergi dari pandanganku.

Sudah bertahun-tahun aku menikmati kedekatan ini, setiap detik aku nikmati bersamanya. Hampir setip menit aku ciumi dia, semakin hari semakin rasa cintaku ini bertambah kepadanya.

Aku benar-benar mencintai dia, istriku.

Namun selama itu juga, tidak ada lagi tawa yang terlukis indah di wajahnya, tidak ada lagi sepatah katapun yang keluar dari bibir tipisnya, tidak ada lagi pelukkan hangat yang aku damba-dambakan.

“aku mencintaimu Sarah, walaupun hanya ragamu yang bisa aku dekap selalu” aku berbisik padanya

Aku dekap tubuh kaku itu, tumpah air mataku membasahi pipi pucat wanita yang paling aku cintai.
Betapapun aku masih tidak rela kehilangan nyawanya.

Dia adalah sosok wanita yang aku damba selalu, namun mengapa ia pergi terlalu cepat?
Mengapa ia menyerah dengan penyakit ganasnya?
Semakin sering aku bertanya, semakin sesak dada ini.

Tak akan pernah ada yang bisa menggantikan sosok sempurna Sarah
Takkan pernah ada.
Takkan pernah ada.

0 komentar:



Flash fiction
AKHIRNYA DIA PERGI


Aku peluk wanita itu erat-erat, tumpah air mataku membasahi bahunya. Benar-benar aku tidak ingin wanita yang paling aku sayangi pergi dengan pria lain.

“ enyah kau dari hadapanku!!”  Bentak wanita itu tanpa ragu, seraya kedua telapak tangannya mendorong pundakku sekuat tenaga.

“tolong jangan pergi!” terisak-isak aku di buatnya

“hey!! Asalkan kamu tau aku sudah benar-benar muak dengan kehidupan sial ini!, terlebih kamu, semenjak ada kamu segala kesialan ini di mulai dan segala kebahagiaanku menghilang! Rumah di sita, usaha bangkrut, dan parahnya lelaki sial itu mati meniggalkan hutang!!” teriak wanita itu, dan wanita itu pun tunggang langgang pergi dengan membawa koper ukuran besar.

Dan semakin menjadi aku menagis.

ia pergi meninggalkan aku, ia pergi tanpa menghiraukan aku, ia pergi tanpa memperdulikan dengan siapa aku akan hidup, ia pergi tanpa mengingat bahwa aku hanya seorang anak kecil yang benar-benar tidak dapat hidup tanpa kasih sayang darinya. Ibu ...

0 komentar:




BUKAN KELUARGA CEMARA

Apakah ini sekenario yang  Engkau maksud?
Mencabut satu persatu duri yang menusuk?
Walau sakit, bagiku tak apa.
Di bandingkan harus benar-benar kehilangan mereka.

“Pak Fauzie beneran ayahmu Ra?” tanya Dita, teman satu kampusku seolah tak percaya.

Hari ini Dita sengaja singgah di rumahku dengan alasan ingin meminjam buku ekonomi makro, yang baru sebulan lalu aku beli.

Lagi-lagi dengan ekspresi tak percaya, ia memendangi wajah-wajah  yang tercetak apik di dalam frame yang berukuran 20R itu, yang terpajang di ruang tamu, di rumahku.
Yang ia pandangi adalah foto jajaran para pejabat tinggi daerah. Di dalam foto itu berdiri tegak seorang pria paruh baya yang sangat aku kenal, ya! Dia ayahku, sosok yang sangat aku kagumi dulu, Dulu sekali.

“ wah.. jadi bener ya, yang di bilang anak-anak kampus, kalo kamu anak orang nomer satu di daerah ini! “ tanya Dita dengan semangat menggebu-gebu.

Aku pun hanya tersenyum getir.

“itu foto wisuda siapa Ra?” tanya Dita lagi sambil menunjuk frame yang berada di dalam lemari hias.

“itu.. mbak ku ta” jawabku singkat.

“ Dokter? Ya ampun Ra keluargamu perfect banget ya.? Ayahmu pejabat, mba mu Dokter, belum lagi kakak-kakakmu yang lainnya, jadi iri.. tidak seperti keluargaku Cuma pedagang warung kelontongan di terminal, kalau bukan karna beasiswa dari fakultas ekonomi mana mungkin aku bisa kuliah?”

Celoteh Dita terus menerus tiada henti. Berlanjut hingga Ia menceritakan segala kemalangan yang menimpanya, sebelum ia berhasil mencicipi bangku kuliah.

Perfect? Tiba-tiba aku teringat dengan kata itu, yang Dita lontarkan padaku tadi.
Apakah di mata orang-orang seperti itu? Betapa sempurnanya keluarga yang aku miliki? Patutkah aku bersyukur? Entahlah, di sisi lain pun aku tidak mau menjadi makhluk-Nya yang durhaka, karna tidak pandai bersyukur.


@@@

Ku hempaskan tubuh di atas ranjang kamarku, sungguh sangat lelah hari ini, begitu banyak aktifitas yang aku kerjakan, dari tugas kuliah yang menumpuk, di tambah harus meladeni segudang pertanyaan dari Dita tentang keluargaku.
Keingintahuannya bertambah di saat ia tau tentang kedua kakak laki-laki ku yang sedang merantau.
Aku yakin, bukan hanya Dita yang berfikir bahwa kelurgaku adalah keluarga cemara namun hidup di dalam kemewahan tanpa kekurangan suatu apapun.
Yah  begitulah cara mereka memandang, bahwa kecukupan dan kebahagiaan menjadi satu paket, yang akan menghindari dari suatu masalah di hidup ini, 
Namun di mataku tidak,
Karena ini adalah awal dari segalanya.

Di dalam lelah, anganku melayang, aku ikuti kemana fikiranku pergi,  anganku pergi ke masa itu, satu tahun lalu, di mana semua ini berawal. Di mana kesendirianku ini berawal, di mana kesedihanku ini berawal.

Di kala itu, Dengan mata kepalaku, aku melihat sosoknya dengan ringan melayangkan pukulan maut ke pipi wanita yang paling aku sayangi, ibuku.
Bukan hanya sekali, berkali-kali ia membiarkan tangan kasarnya mendarat di wajah ibuku.
Aku menangis tak percaya. Mencegahnya? sungguh tak mungkin, apa dayaku?

“ ini semua karna keegoisanmu mas!!! Kalo bukan karna kamu memaksa rita kuliah kedokteran, dia tidak akan membunuh orang mas!! Kamu tau? Dengan tanganmu itu kamu telah mengirimkan dia ke penjara mas!! Penjara!!!”

PLAKK!!

Tamparan kesekian kalinya menghujani wajahnya lagi.

“lalu semua ini salahku? Hah!! Kamu juga patut di persalahkan, caramu memdidik yang membuat mereka jadi manja!! Liat ilham karna terlalu sering kamu manjakan, dia kuliah tak selesai-selesai, sudah semester 12 tak rampung-rampung. Kamu tau!! bodohnya menurun darimu!!”
Letupan amarah yang jelas terlihat dari wajah ayah membuat ku takut setengah mati, sampai tak berani menampakkan diri,aku hanya duduk sambil memeluk kedua kaki ku. Di belakang pintu kamar, terisak-isak aku menahan tangis.

“lalu bagimana dengan reza? Dia di pecat karna ketahuan menyelewengkan dana kantor.
Kalo bukan karna nafsu binatangmu yang selalu makan hak orang, mana mungkin dia akan bertingkah seperti itu? Itu semua terjadi karna ia meniru tingkah mu mas!!! Tingkahmu!! Semua anak kita jadi seperti ini karna uang haram yang kamu jejalkan ke mereka! Orang tuaku sudah memperingatkan mu berkali-kali tentang cara kamu mencari nafkah mas!! “
Sambil memegangi pipinya yang terasa perih ibu ku menagis tiada henti.

“terus saja kau banggakan ayahmu yang sok kiyai itu! Bilang padanya segera akan aku pulangkan kau!!!!”

Sungguh pemandangan yang tak di harapkan oleh anak manapun di dunia ini.

Menjadi pilihan yang sulit saat harus membela dan harus menyalahkan siapa? bagiku itu semua tidak terlalu penting, karna ini semua sudah terlanjur terjadi.

Tak butuh waktu lama,
Dengan lihainya ayah menutupi koreng yang terlanjur melekat pada kelurga kami dengan jalan uang.
Dengan uang mba rita di bebaskan dari penjara dan saat ini dia bersama ibu di kirim ke kalimantan di rumah kakek.
Dengan uang kak reza dengan cepat mendapat kerjaan yang baru.
Dan dengan uang kak ilham akan segera mendapat gelar sarjana.
Terlihat simpel untuk di selesaikan dengan uang

Namun, aku yakin berawal dari uang, babak baru drama keluarga ini di mulai.

Aku merasa babak baru ini nantinya akan menimpaku juga, segudang pertanyaan memenuhi isi kepalaku, aku mencoba meraba masa depan yang akan menimpaku.

Apakah aku akan menjadi bankir yang bodoh?
Atau apakah aku akan menjadi pegawai pemerintah yang lihai bermain anggaran?
Entahlah hanya waktu yang bisa menjawab.

Yang pasti DIA tidak akan membiarkan hamba-Nya bermain dengan kesenangan terlalu lama.











0 komentar:

Recent Posts