Apakah ini sekenario
yang Engkau maksud?
Mencabut satu persatu
duri yang menusuk?
Walau sakit, bagiku tak
apa.
Di bandingkan harus
benar-benar kehilangan mereka.
“Pak Fauzie beneran ayahmu Ra?” tanya Dita,
teman satu kampusku seolah tak percaya.
Hari ini Dita sengaja singgah di rumahku
dengan alasan ingin meminjam buku ekonomi makro, yang baru sebulan lalu aku
beli.
Lagi-lagi dengan ekspresi tak percaya, ia
memendangi wajah-wajah yang tercetak
apik di dalam frame yang berukuran 20R itu, yang terpajang di ruang tamu, di
rumahku.
Yang ia pandangi adalah foto jajaran para
pejabat tinggi daerah. Di dalam foto itu berdiri tegak seorang pria paruh baya
yang sangat aku kenal, ya! Dia ayahku, sosok yang sangat aku kagumi dulu, Dulu
sekali.
“ wah.. jadi bener ya, yang di bilang
anak-anak kampus, kalo kamu anak orang nomer satu di daerah ini! “ tanya Dita
dengan semangat menggebu-gebu.
Aku pun hanya tersenyum getir.
“itu foto wisuda siapa Ra?” tanya Dita lagi
sambil menunjuk frame yang berada di dalam lemari hias.
“itu.. mbak ku ta” jawabku singkat.
“ Dokter? Ya ampun Ra keluargamu perfect banget
ya.? Ayahmu pejabat, mba mu Dokter, belum lagi kakak-kakakmu yang lainnya, jadi
iri.. tidak seperti keluargaku Cuma pedagang warung kelontongan di terminal,
kalau bukan karna beasiswa dari fakultas ekonomi mana mungkin aku bisa kuliah?”
Celoteh Dita terus menerus tiada henti. Berlanjut
hingga Ia menceritakan segala kemalangan yang menimpanya, sebelum ia berhasil
mencicipi bangku kuliah.
Perfect? Tiba-tiba aku teringat dengan kata
itu, yang Dita lontarkan padaku tadi.
Apakah di mata orang-orang seperti itu? Betapa
sempurnanya keluarga yang aku miliki? Patutkah aku bersyukur? Entahlah, di sisi
lain pun aku tidak mau menjadi makhluk-Nya yang durhaka, karna tidak pandai
bersyukur.
@@@
Ku hempaskan tubuh di atas ranjang kamarku,
sungguh sangat lelah hari ini, begitu banyak aktifitas yang aku kerjakan, dari
tugas kuliah yang menumpuk, di tambah harus
meladeni segudang pertanyaan dari Dita tentang keluargaku.
Keingintahuannya bertambah di saat ia tau
tentang kedua kakak laki-laki ku yang sedang merantau.
Aku yakin, bukan hanya Dita yang berfikir
bahwa kelurgaku adalah keluarga cemara namun hidup di dalam kemewahan tanpa
kekurangan suatu apapun.
Yah begitulah
cara mereka memandang, bahwa kecukupan dan kebahagiaan menjadi satu paket, yang
akan menghindari dari suatu masalah di hidup ini,
Namun di mataku tidak,
Karena ini adalah awal dari segalanya.
Di dalam lelah, anganku melayang, aku ikuti
kemana fikiranku pergi, anganku pergi ke
masa itu, satu tahun lalu, di mana semua ini berawal. Di mana kesendirianku ini
berawal, di mana kesedihanku ini berawal.
Di kala itu, Dengan mata kepalaku, aku melihat
sosoknya dengan ringan melayangkan pukulan maut ke pipi wanita yang paling aku
sayangi, ibuku.
Bukan hanya sekali, berkali-kali ia membiarkan
tangan kasarnya mendarat di wajah ibuku.
Aku menangis tak percaya. Mencegahnya? sungguh
tak mungkin, apa dayaku?
“ ini semua karna keegoisanmu mas!!! Kalo
bukan karna kamu memaksa rita kuliah kedokteran, dia tidak akan membunuh orang
mas!! Kamu tau? Dengan tanganmu itu kamu telah mengirimkan dia ke penjara mas!!
Penjara!!!”
PLAKK!!
Tamparan kesekian kalinya menghujani wajahnya
lagi.
“lalu semua ini salahku? Hah!! Kamu juga patut
di persalahkan, caramu memdidik yang membuat mereka jadi manja!! Liat ilham
karna terlalu sering kamu manjakan, dia kuliah tak selesai-selesai, sudah
semester 12 tak rampung-rampung. Kamu tau!! bodohnya menurun darimu!!”
Letupan amarah yang jelas terlihat dari wajah
ayah membuat ku takut setengah mati, sampai tak berani menampakkan diri,aku hanya
duduk sambil memeluk kedua kaki ku. Di belakang pintu kamar, terisak-isak aku
menahan tangis.
“lalu bagimana dengan reza? Dia di pecat karna
ketahuan menyelewengkan dana kantor.
Kalo bukan karna nafsu binatangmu yang selalu
makan hak orang, mana mungkin dia akan bertingkah seperti itu? Itu semua
terjadi karna ia meniru tingkah mu mas!!! Tingkahmu!! Semua anak kita jadi
seperti ini karna uang haram yang kamu jejalkan ke mereka! Orang tuaku sudah
memperingatkan mu berkali-kali tentang cara kamu mencari nafkah mas!! “
Sambil memegangi pipinya yang terasa perih ibu
ku menagis tiada henti.
“terus saja kau banggakan ayahmu yang sok
kiyai itu! Bilang padanya segera akan aku pulangkan kau!!!!”
Sungguh pemandangan yang tak di harapkan oleh
anak manapun di dunia ini.
Menjadi pilihan yang sulit saat harus membela
dan harus menyalahkan siapa? bagiku itu semua tidak terlalu penting, karna ini
semua sudah terlanjur terjadi.
Tak butuh waktu lama,
Dengan lihainya ayah menutupi koreng yang
terlanjur melekat pada kelurga kami dengan jalan uang.
Dengan uang mba rita di bebaskan dari penjara
dan saat ini dia bersama ibu di kirim ke kalimantan di rumah kakek.
Dengan uang kak reza dengan cepat mendapat
kerjaan yang baru.
Dan dengan uang kak ilham akan segera mendapat
gelar sarjana.
Terlihat simpel untuk di selesaikan dengan
uang
Namun, aku yakin berawal dari uang, babak baru
drama keluarga ini di mulai.
Aku merasa babak baru ini nantinya akan
menimpaku juga, segudang pertanyaan memenuhi isi kepalaku, aku mencoba meraba
masa depan yang akan menimpaku.
Apakah aku akan menjadi bankir yang bodoh?
Atau apakah aku akan menjadi pegawai
pemerintah yang lihai bermain anggaran?
Entahlah hanya waktu yang bisa menjawab.
Yang pasti DIA tidak akan membiarkan hamba-Nya
bermain dengan kesenangan terlalu lama.
2 komentar: