AIR TUBA UNTUK UJANG


Misi penting inikah yang engkau  maksud yaa rabb?
Haruskah aku menyerah?
Namun tidakkah rasa cintaku lebih  besar  dari rasa putus asa ku?



Kepulan asap khas nikotin mengudara mengisi ruangan sempit berukuran 4x5m, terlihat banyak wajah bahagia namun penuh beban memenuhi ruangan. Di sini aku berdiri, di dalam warung yang katanya “hanya” menjual kopi, gorengan dan jajanan khas kampung lainnya, aku edarkan lagi pandanganku ke sekeliling, aku pandangi satu persatu wajah orang-orang  tanpa dosa yang memenuhi ruangan ini, namun pandanganku tertuju pada satu titik, ya.. wanita itu, dengan mengenakan atasan yang tidak sampai menutupi pusar dan rok yang cukup mini, yang di rasa ampuh untuk membangkitkan birahi para lelaki manapun, di tambah wajah ayu khas wanita sunda yang pandai bersolek, menjadi nilai plus bagi lelaki yang melihatnya.

Dengan lihainya ia membuat secangkir kopi pesanan pria bertubuh tambun yang duduk tepat di depannya, sesekali wanita itu tersenyum genit seolah-olah sebagai isyarat bahwa bukan hanya sekedar kopi yang bisa di “beli”.

Sungguh pemandangan yang tidak ingin aku nikmati.

Di atas meja yang hampir reyot itu, di letakkannya kopi buatan tangan wanita tersebut, lagi-lagi senyum manja juga di sajikan oleh wanita itu. Pria tambun berwajah batak itu seperti menagkap signal yang di kirimkan wanita sunda itu.

“Ayi.. jangan lah kau terlalu sibuk dengan warung kau ini, nanti malam temani abang saja yaa..” Kata-kata manja nan berbisa terlontar dari pria tambun tersebut, seraya ia selipkan uang 100 ribuan ke areal dada wanita sunda itu.

“beres lah bang, asalkan bang Tigor janji bantu Ayi beres-beres warung” jawab wanita itu genit.

sungguh siapapun yang melihat pemandangan ini pasti imajinya langsung beredar entah kemana. Betapapun aku yakin kedua insan tanpa ikatan ini hanya akan menjadi kayu bakar di akhirat nanti.
Namun inilah tugasku menolong wanita itu dari murka-Nya.

Tak sampai 10 langkah jarak antara aku dengan wanita itu, sesaat kemudian barulah ia menyadari keberadaanku.

“ Ujang ! baru pulang!” wajah masam yang ia perlihatkan kepadaku, sangat jauh berbeda dengan wajah yang ia berikan untuk pria tambun itu.

“selalu pulang sore kamu jang! Ya sudah sana ganti baju setelah itu bantu teh Eli cuci piring di dapur!”
Nada membentak yang keluar dari bibir wanita itu, benar-benar menjadi salah satu alasan yang  membuat aku tidak betah, tapi mengingat siapa wanita itu membuat aku rela di maki dan di hujani amarah setiap harinya.

“ Bah ini si Ujang kah?“ pria berbadan tambun itu tiba-tiba mendekatiku merangkul pundakku, kegirangan ia melihatku, seolah-olah baru bertemu teman seperantauannya.

“Ayi, Ujang anak kau ini,katanya..  jika abang  tak salah dengar dia hafiz Qur’an kah atau apalah itu, tak paham aku, Yang menurut kabar dia telah di pinang oleh abah Rais untuk tinggal di pondoknya di Cianjur? Benarkah? Ah  pokoknya  yang dapat kuliah gratisan itu lah! Bah mantap kali! anak kampung bisa kuliah! Hahaha!!”  celotahan yang keluar dari mulut pria itu terus menghujaniku, aksen bataknya yang cukup kental mampu membuat mata seisi warung tertuju kepadaku.

“kalau tak salah, si Ujang ini buah cinta kau dengan si Nur,mantan pacar kau yang minggat itu. Benar-benar si Nur keterlaluan sekali padahal waktu dulu dia  itu saingan beratku waktu muda untuk dapatkan kau, Ayi!!. Hhahaha “

Deg!

Sungguh kata-kata kasar yang ia lontarkan benar-benar membuat darah ku mendidih, aku tahan rasa amarahku, mengepalkan tangan menjadi solusi terbaikku saat ini untuk menahan emosi, sampai bergetar hebat tangan ku ini menahan amarah, entah mungkin sudah ribuan jin yang menghasutku untuk melayangkan pukulan dahsyat ke mulut busuk si pria tambun itu.

“heh, Ayi hubungan kau dengan si Nur miskin itu saja bisa dapat hafiz Qur’an, bagaimana nanti jika denganku, si juragan batu? Jangan-jangan calon ustad yang akan kau lahirkan Bah! hahaha...!!”

Bug..!!!

Aku hadiahkan pukulan maut tepat di mulut pria tambun itu, pastilah para jin sedang pesta pora  menyambut keputusanku untuk menghajar pria tambun itu.
Aku hajar berkali-kali pria gemuk pemalas yang hanya bisa menyimpan lemak di tubuhnya itu. Sama sekali perlawanan yang ia lakukan tak dapat mengalahkan rasa amarahku.
Setip ia melawan, bertambah pula energiku untuk meghabisinya. Mulut pria itu sudah mulai di penuhi darah segar berwarna merah kehitaman, itulah ganjaran  yang pas untuk mulut busuk tak tau malu, yang telah menelanjangi aib orang.

Prankk..!!

Sedetik kemudian pandanganku mulai kabur, ada apa ini?
Seolah ada keringat yang  mengalir deras di pelipis kananku, ku amati baik-baik ternyata ini bukan keringat, melainkan cairan kental berwarna merah yang keluar deras dari kepalaku.

Sesaat kemudian aku ambruk.

Dalam keadaan setengah sadar, hidup ataupun mati. Entahlah aku tak tau.

Samar-samar aku tatapi wajah wanita itu, dengan gemetaran ia memegang botol yang sudah pecah sebagian dan berlumuran darah.

Aku tatapi dia sambil tersenyum, dalam hati aku menangis dan berkata
terima kasih ibu, aku anggap ini cara terbaik darimu untuk mengusir jin yang menguasai anakmu ini.
Sekali lagi,
Terima kasih, ibu...

Gelap...

Ya setelah itu hanya gelap dan sepi yang aku rasakan.




 


0 komentar:

Recent Posts